Asal Usul Pesut Mahakam


Pada jaman dahulu kala di rantau Mahakam, terdapat sebuah dusun yang didiami oleh beberapa keluarga. Mata pencaharian mereka kebanyakan adalah sebagai petani maupun nelayan. Setiap tahun setelah musim panen, penduduk dusun tersebut biasanya mengadakan pesta adat yang diisi dengan beraneka macam pertunjukan ketangkasan dan kesenian.

Ditengah masyarakat yang tinggal di dusun tersebut, terdapat suatu keluarga yang hidup rukun dan damai dalam sebuah pondok yang sederhana. Mereka terdiri dari sepasang suami-istri dan dua orang putra dan putri. Kebutuhan hidup mereka tidak terlalu sukar untuk dipenuhi karena mereka memiliki kebun yang ditanami berbagai jenis buah-buahan dan sayur-sayuran. Begitu pula segala macam kesulitan dapat diatasi dengan cara yang bijaksana, sehingga mereka hidup dengan bahagia selama bertahun-tahun.


Pada suatu ketika, sang ibu terserang oleh suatu penyakit. Walau telah diobati oleh beberapa orang tabib, namun sakit sang ibu tak kunjung sembuh pula hingga akhirnya ia meninggal dunia. Sepeninggal sang ibu, kehidupan keluarga ini mulai tak terurus lagi. Mereka larut dalam kesedihan yang mendalam karena kehilangan orang yang sangat mereka cintai. Sang ayah menjadi pendiam dan pemurung, sementara kedua anaknya selalu diliputi rasa bingung, tak tahu apa yang mesti dilakukan. Keadaan rumah dan kebun mereka kini sudah tak terawat lagi. Beberapa sesepuh desa telah mencoba menasehati sang ayah agar tidak larut dalam kesedihan, namun nasehat-nasehat mereka tak dapat memberikan perubahan padanya. Keadaan ini berlangsung cukup lama.

Suatu hari di dusun tersebut kembali diadakan pesta adat panen. Berbagai pertunjukan dan hiburan kembali digelar. Dalam suatu pertunjukan ketangkasan, terdapatlah seorang gadis yang cantik dan mempesona sehingga selalu mendapat sambutan pemuda-pemuda dusun tersebut bila ia beraksi. Mendengar berita yang demikian itu, tergugah juga hati sang ayah untuk turut menyaksikan bagaimana kehebatan pertunjukan yang begitu dipuji-puji penduduk dusun hingga banyak pemuda yang tergila-gila dibuatnya.

Malam itu adalah malam ketujuh dari acara keramaian yang dilangsungkan. Perlahan-lahan sang ayah berjalan mendekati tempat pertunjukan dimana gadis itu akan bermain. Sengaja ia berdiri di depan agar dapat dengan jelas menyaksikan permainan serta wajah sang gadis. Akhirnya pertunjukan pun dimulai. Berbeda dengan penonton lainnya, sang ayah tidak banyak tertawa geli atau memuji-muji penampilan sang gadis. Walau demikian sekali-sekali ada juga sang ayah tersenyum kecil. Sang gadis melemparkan senyum manisnya kepada para penonton yang memujinya maupun yang menggodanya. Suatu saat, akhirnya bertemu jua pandangan antara si gadis dan sang ayah tadi. Kejadian ini berulang beberapa kali, dan tidak lah diperkirakan sama sekali kiranya bahwa terjalin rasa cinta antara sang gadis dengan sang ayah dari dua orang anak tersebut.

Demikianlah keadaannya, atas persetujuan kedua belah pihak dan restu dari para sesepuh maka dilangsungkanlah pernikahan antara mereka setelah pesta adat di dusun tersebut usai. Dan berakhir pula lah kemuraman keluarga tersebut, kini mulailah mereka menyusun hidup baru. Mereka mulai mengerjakan kegiatan-kegiatan yang dahulunya tidak mereka usahakan lagi. Sang ayah kembali rajin berladang dengan dibantu kedua anaknya, sementara sang ibu tiri tinggal di rumah menyiapkan makanan bagi mereka sekeluarga. Begitulah seterusnya sampai berbulan-bulan lamanya hingga kehidupan mereka cerah kembali.

Dalam keadaan yang demikian, tidak lah diduga sama sekali ternyata sang ibu baru tersebut lama kelamaan memiliki sifat yang kurang baik terhadap kedua anak tirinya. Kedua anak itu baru diberi makan setelah ada sisa makanan dari ayahnya. Sang ayah hanya dapat memaklumi perbuatan istrinya itu, tak dapat berbuat apa-apa karena dia sangat mencintainya. Akhirnya, seluruh rumah tangga diatur dan berada ditangan sang istri muda yang serakah tersebut. Kedua orang anak tirinya disuruh bekerja keras setiap hari tanpa mengenal lelah dan bahkan disuruh mengerjakan hal-hal yang diluar kemampuan mereka.

Pada suatu ketika, sang ibu tiri telah membuat suatu rencana jahat. Ia menyuruh kedua anak tirinya untuk mencari kayu bakar di hutan.
"Kalian berdua hari ini harus mencari kayu bakar lagi!" perintah sang ibu, "Jumlahnya harus tiga kali lebih banyak dari yang kalian peroleh kemarin. Dan ingat! Jangan pulang sebelum kayunya banyak dikumpulkan. Mengerti?!"
"Tapi, Bu..." jawab anak lelakinya, "Untuk apa kayu sebanyak itu...? Kayu yang ada saja masih cukup banyak. Nanti kalau sudah hampir habis, barulah kami mencarinya lagi..."
"Apa?! Kalian sudah berani membantah ya?! Nanti kulaporkan ke ayahmu bahwa kalian pemalas! Ayo, berangkat sekarang juga!!" kata si ibu tiri dengan marahnya.

Anak tirinya yang perempuan kemudian menarik tangan kakaknya untuk segera pergi. Ia tahu bahwa ayahnya telah dipengaruhi sang ibu tiri, jadi sia-sia saja untuk membantah karena tetap akan dipersalahkan jua. Setelah membawa beberapa perlengkapan, berangkatlah mereka menuju hutan. Hingga senja menjelang, kayu yang dikumpulkan belum mencukupi seperti yang diminta ibu tiri mereka. Terpaksa lah mereka harus bermalam di hutan dalam sebuah bekas pondok seseorang agar dapat meneruskan pekerjaan mereka esok harinya. Hampir tengah malam barulah mereka dapat terlelap walau rasa lapar masih membelit perut mereka.

Esok paginya, mereka pun mulai mengumpulkan kayu sebanyak-banyaknya. Menjelang tengah hari, rasa lapar pun tak tertahankan lagi, akhirnya mereka tergeletak di tanah selama beberapa saat. Dan tanpa mereka ketahui, seorang kakek tua datang menghampiri mereka.
"Apa yang kalian lakukan disini, anak-anak?!" tanya kakek itu kepada mereka.
Kedua anak yang malang tersebut lalu menceritakan semuanya, termasuk tingkah ibu tiri mereka dan keadaan mereka yang belum makan nasi sejak kemarin hingga rasanya tak sanggup lagi untuk meneruskan pekerjaan.
"Kalau begitu..., pergilah kalian ke arah sana." kata si kakek sambil menunjuk ke arah rimbunan belukar, "Disitu banyak terdapat pohon buah-buahan. Makanlah sepuas-puasnya sampai kenyang. Tapi ingat, janganlah dicari lagi esok harinya karena akan sia-sia saja. Pergilah sekarang juga!"

Sambil mengucapkan terima kasih, kedua kakak beradik tersebut bergegas menuju ke tempat yang dimaksud. Ternyata benar apa yang diucapkan kakek tadi, disana banyak terdapat beraneka macam pohon buah-buahan. Buah durian, nangka, cempedak, wanyi, mangga dan pepaya yang telah masak tampak berserakan di tanah. Buah-buahan lain seperti pisang, rambutan dan kelapa gading nampak bergantungan di pohonnya. Mereka kemudian memakan buah-buahan tersebut hingga kenyang dan badan terasa segar kembali. Setelah beristirahat beberapa saat, mereka dapat kembali melanjutkan pekerjaan mengumpulkan kayu hingga sesuai dengan yang diminta sang ibu tiri.

Menjelang sore, sedikit demi sedikit kayu yang jumlahnya banyak itu berhasil diangsur semuanya ke rumah. Mereka kemudian menyusun kayu-kayu tersebut tanpa memperhatikan keadaan rumah. Setelah tuntas, barulah mereka naik ke rumah untuk melapor kepada sang ibu tiri, namun alangkah terkejutnya mereka ketika melihat isi rumah yang telah kosong melompong.

Ternyata ayah dan ibu tiri mereka telah pergi meninggalkan rumah itu. Seluruh harta benda didalam rumah tersebut telah habis dibawa serta, ini berarti mereka pergi dan tak akan kembali lagi ke rumah itu. Kedua kakak beradik yang malang itu kemudian menangis sejadi-jadinya. Mendengar tangisan keduanya, berdatanganlah tetangga sekitarnya untuk mengetahui apa gerangan yang terjadi. Mereka terkejut setelah mengetahui bahwa kedua ayah dan ibu tiri anak-anak tersebut telah pindah secara diam-diam.

Esok harinya, kedua anak tersebut bersikeras untuk mencari orangtuanya. Mereka memberitahukan rencana tersebut kepada tetangga terdekat. Beberapa tetangga yang iba kemudian menukar kayu bakar dengan bekal bahan makanan bagi perjalanan kedua anak itu. Menjelang tengah hari, berangkatlah keduanya mencari ayah dan ibu tiri mereka.

Telah dua hari mereka berjalan namun orangtua mereka belum juga dijumpai, sementara perbekalan makanan sudah habis. Pada hari yang ketiga, sampailah mereka di suatu daerah yang berbukit dan tampaklah oleh mereka asap api mengepul di kejauhan. Mereka segera menuju ke arah tempat itu sekedar bertanya kepada penghuninya barangkali mengetahui atau melihat kedua orangtua mereka.

Mereka akhirnya menjumpai sebuah pondok yang sudah reot. Tampak seorang kakek tua sedang duduk-duduk didepan pondok tersebut. Kedua kakak beradik itu lalu memberi hormat kepada sang kakek tua dan memberi salam.
"Dari mana kalian ini? Apa maksud kalian hingga datang ke tempat saya yang jauh terpencil ini?" tanya sang kakek sambil sesekali terbatuk-batuk kecil.
"Maaf, Tok." kata si anak lelaki, "Kami ini sedang mencari kedua urangtuha kami. Apakah Datok pernah melihat seorang laki-laki dan seorang perempuan yang masih muda lewat disini?"
Sang kakek terdiam sebentar sambil mengernyitkan keningnya, tampaknya ia sedang berusaha keras untuk mengingat-ingat sesuatu.
"Hmmm..., beberapa hari yang lalu memang ada sepasang suami-istri yang datang kesini." kata si kakek kemudian, "Mereka banyak sekali membawa barang. Apakah mereka itu yang kalian cari?"
"Tak salah lagi, Tok." kata anak lelaki itu dengan gembira, "Mereka pasti urangtuha kami! Ke arah mana mereka pergi, Tok?"
"Waktu itu mereka meminjam perahuku untuk menyeberangi sungai. Mereka bilang, mereka ingin menetap diseberang sana dan hendak membuat sebuah pondok dan perkebunan baru. Cobalah kalian cari di seberang sana."
"Terima kasih, Tok..." kata si anak sulung tersebut, "Tapi..., bisakah Datok mengantarkan kami ke seberang sungai?"
"Datok ni dah tuha... mana kuat lagi untuk mendayung perahu!" kata si kakek sambil terkekeh, "Kalau kalian ingin menyusul mereka, pakai sajalah perahuku yang ada ditepi sungai itu."

Kakak beradik itu pun memberanikan diri untuk membawa perahu si kakek. Mereka berjanji akan mengembalikan perahu tersebut jika telah berhasil menemukan kedua orangtua mereka. Setelah mengucapkan terima kasih, mereka lalu menaiki perahu dan mendayungnya menuju ke seberang. Keduanya lupa akan rasa lapar yang membelit perut mereka karena rasa gembira setelah mengetahui keberadaan orangtua mereka. Akhirnya mereka sampai di seberang dan menambatkan perahu tersebut dalam sebuah anak sungai. Setelah dua hari lamanya berjalan dengan perut kosong, barulah mereka menemui ujung sebuah dusun yang jarang sekali penduduknya.

Tampaklah oleh mereka sebuah pondok yang kelihatannya baru dibangun. Perlahan-lahan mereka mendekati pondok itu. Dengan perasaan cemas dan ragu si kakak menaiki tangga dan memanggil-manggil penghuninya, sementara si adik berjalan mengitari pondok hingga ia menemukan jemuran pakaian yang ada di belakang pondok. Ia pun teringat pada baju ayahnya yang pernah dijahitnya karena sobek terkait duri, setelah didekatinya maka yakinlah ia bahwa itu memang baju ayahnya. Segera ia berlari menghampiri kakaknya sambil menunjukkan baju sang ayah yang ditemukannya di belakang. Tanpa pikir panjang lagi mereka pun memasuki pondok dan ternyata pondok tersebut memang berisi barang-barang milik ayah mereka.

Rupanya orangtua mereka terburu-buru pergi, sehingga di dapur masih ada periuk yang diletakkan diatas api yang masih menyala. Didalam periuk tersebut ada nasi yang telah menjadi bubur. Karena lapar, si kakak akhirnya melahap nasi bubur yang masih panas tersebut sepuas-puasnya. Adiknya yang baru menyusul ke dapur menjadi terkejut melihat apa yang sedang dikerjakan kakaknya, segera ia menyambar periuk yang isinya tinggal sedikit itu. Karena takut tidak kebagian, ia langsung melahap nasi bubur tersebut sekaligus dengan periuknya.

Karena bubur yang dimakan tersebut masih panas maka suhu badan mereka pun menjadi naik tak terhingga. Dalam keadaan tak karuan demikian, keduanya berlari kesana kemari hendak mencari sungai. Setiap pohon pisang yang mereka temui di kiri-kanan jalan menuju sungai, secara bergantian mereka peluk sehingga pohon pisang tersebut menjadi layu. Begitu mereka tiba di tepi sungai, segeralah mereka terjun ke dalamnya. Hampir bersamaan dengan itu, penghuni pondok yang memang benar adalah orangtua kedua anak yang malang itu terheran-heran ketika melihat banyak pohon pisang di sekitar pondok mereka menjadi layu dan hangus.

Namun mereka sangat terkejut ketika masuk kedalam pondok dan mejumpai sebuah bungkusan dan dua buah mandau kepunyaan kedua anaknya. Sang istri terus memeriksa isi pondok hingga ke dapur, dan dia tak menemukan lagi periuk yang tadi ditinggalkannya. Ia kemudian melaporkan hal itu kepada suaminya. Mereka kemudian bergegas turun dari pondok dan mengikuti jalan menuju sungai yang di kiri-kanannya banyak terdapat pohon pisang yang telah layu dan hangus.

Sesampainya di tepi sungai, terlihatlah oleh mereka dua makhluk yang bergerak kesana kemari didalam air sambil menyemburkan air dari kepalanya. Pikiran sang suami teringat pada rentetan kejadian yang mungkin sekali ada hubungannya dengan keluarga. Ia terperanjat karena tiba-tiba istrinya sudah tidak ada disampingnya. Rupanya ia menghilang secara gaib. Kini sadarlah sang suami bahwa istrinya bukanlah keturunan manusia biasa. Semenjak perkimpoian mereka, sang istri memang tidak pernah mau menceritakan asal usulnya.

Tak lama berselang, penduduk desa datang berbondong-bondong ke tepi sungai untuk menyaksikan keanehan yang baru saja terjadi. Dua ekor ikan yang kepalanya mirip dengan kepala manusia sedang bergerak kesana kemari ditengah sungai sambil sekali-sekali muncul di permukaan dan menyemburkan air dari kepalanya. Masyarakat yang berada di tempat itu memperkirakan bahwa air semburan kedua makhluk tersebut panas sehingga dapat menyebabkan ikan-ikan kecil mati jika terkena semburannya.

Oleh masyarakat Kutai, ikan yang menyembur-nyemburkan air itu dinamakan ikan Pasut atau Pesut. Sementara masyarakat di pedalaman Mahakam menamakannya ikan Bawoi.***


Tidak seperti mamalia air lain yakni lumba-lumba dan ikan paus yang hidup di laut, pesut (Orcaella brevirostris) hidup di sungai-sungai daerah tropis. Populasi satwa langka yang dilindungi Undang-Undang ini hanya terdapat pada tiga lokasi di dunia yakni Sungai Mahakam, Sungai Mekong, dan Sungai Irawady.

Dahulu pesut pernah ditemukan di banyak muara-muara sungai di Kalimantan, tetapi sekarang pesut menjadi satwa langka. Kecuali di sungai Mahakam, di tempat ini habitat Pesut Mahakam dapat ditemukan ratusan kilometer dari lautan yakni di wilayah kecamatan Kota Bangun, kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Habitat hewan pemangsa ikan dan udang air tawar ini dapat dijumpai di perairan Sungai Mahakam, danau Jempang (15.000 Ha), danau Semayang (13.000 Ha) dan danau Melintang (11.000Ha).

Pesut mempunyai kepala berbentuk bulat (seperti umbi) dengan kedua matanya yang kecil (mungkin merupakan adaptasi terhadap air yang berlumpur). Tubuh Pesut berwarna abu-abu sampai wulung tua, lebih pucat dibagian bawah - tidak ada pola khas. Sirip punggung kecil dan membundar di belakang pertengahan punggung. Dahi tinggi dan membundar; tidak ada paruh. Sirip dada lebar membundar.

Pesut bergerak dalam kawanan kecil. Walaupun pandangannya tidak begitu tajam dan kenyataan bahwa pesut hidup dalam air yang mengandung lumpur, namun pesut merupakan 'pakar' dalam mendeteksi dan menghindari rintangan-rintangan. Barangkali mereka menggunakan ultrasonik untuk melakukan lokasi gema seperti yang dilakukan oleh kerabatnya di laut.

Populasi hewan ini terus menyusut akibat habitatnya terganggu, terutama makin sibuknya lalu-lintas perairan sungai Mahakam, serta tingginya tingkat erosi dan pendangkalan sungai akibat pengelolaan hutan di sekitarnya. Kelestarian Pesut Mahakam juga diperkirakan terancam akibat terbatasnya bahan makanan berupa udang dan ikan, karena harus bersaing dengan para nelayan di sepanjang Sungai Mahaka

Selengkapnya.

Asal-Usul Mesin Pacu Jantung


MESIN pemacu jantung dirancang untuk mengatur jantung tetap berdetak saat jantung seseorang tidak berfungsi. Pada tahun 1862, ahli bedah Kerajaan Inggris W.H. Walshe menyarankan penggunaan aliran listrik untuk mengontrol ritme jantung.

Kelak hampir seabad kemudian, seorang sarjana listrik Kanada John Hopps membuat alat pacu jantung berdaya listrik pertama di dunia tahun 1950. Pacu jantung model awal ini dipasang di bagian luar tubuh pemakai dan harus ditancapkan ke sumber aliran listrik di dinding rumah.

Alat pacu jantung pertama yang ditanam (implant-red) ke dalam tubuh pemakai, dirancang dan disempurnakan oleh dokter Rune Elmqvist (1906-1996) di Rumah Sakit Karolinska di Solna, Kerajaan Swedia tahun 1958. Pasien pertama pengguna pacu jantung implant, Arne Larsson m ampu bertahan hidup hingga tahun 2001. Arne Larsson men ggunakan 22 pacu jantung implant hingga akhir hayatnya.

Disarikan dari The Book of Origins, Karya Trevor Homer, Penguin Books, London, 2007

Sumber : Kompas.com

Selengkapnya.

Kenapa Donat Berlubang di Tengah?

Guru TK:
Karena cetakan kue donat yang membuat donat berlubang di tengah.

Einstein:
Apakah donat berlubang di tengah atau di mana saja tergantung pada sudut pandang kita masing-masing.


Polisi:
Beri saya waktu satu jam untuk menyelidiki kenapa donat berlubang.

Darwin :
Donat telah melalui evolusi yang luar biasa, dan dengan seleksi alam maka tengahnya menjadi berlubang.

Nelson Mandela:
Tidak akan ada lagi orang yang bertanya mengapa donat berlubang, karena donat adalah makanan favorit saya, yang akan terus saya bela.

Programmer:
Tidak semua donat berlubang di tengah, karena diperlukan interface donat dan variable lubang_donat, dan hal ini sudah jelas menunjukkan bahwa kue donat is_executable dengan lubang di tengah donat,

Sutradara Film :
Mau casting “Donat, I’m In Love” ya?

Artis Porno :
Ya wajar dong donat berlubang, kan biar enak mau masukin apa aja

Narapidana :
Pembuat kue donat kan juga manusia, jadi wajar kalo khilaf…. (sambil nangis)

Politikus :
‘Kenapa donat lubangnya di tengah?’ Ndak perlu dipikirken. Gitu aja kok repot!

Penyanyi :
Apa kata dunia

Ahli telematika :
Saya menilai donat dengan lubang di tengah adalah rekayasa belaka. Dengan memanipulasi donat, dan membuat efek bahwa terdapat lubang di tengahnya. Lubang di tengah donat benar-benar 100 rekayasa, saya yakin itu (sambil matanya melihat ke sana kemari)

Selengkapnya.

Ikan Fugu mematikan tapi nikmat


Anda ingin merasakan masakan ikan buntal atau sering juga disebut ikan bluntak? Datanglah ke restoran Zuboraya, Do Ton Buri, Osaka, Jepang. Tapi jangan kaget, harga per paket masakan tersebut 10.500 yen atau sekitar Rp 840.000. Itu saja tiap paket ikan bluntaknya (di Jepang disebut ikan fugu), cuma sekitar dua ons. Lainnya berupa cumi, udang, tofu atau tahu khas Jepang yang lembek. Paket itu dilengkapi pula oleh sayur, semangkuk nasi, buah, dan es krim. Tapi kadangkala soal harga menjadi nomor sekian kalau kita mencari sensasi baru sekaligus mencerap suasana eksotis ketika mencicip suatu menu asing. Apalagi rasa ikan fugu itu memang lezat, gurih agak manis. Yakinlah, rasanya tak kalah kalau dibandingkan salmon, cumi, udang bago, kakap, atau lainnya. Jadi wajar benar, di kalangan masyarakat Jepang muncul ungkapan yang berkaitan dengan ikan tersebut: "Mereka yang memakan sup fugu itu bodoh. Tetapi mereka yang tidak memakannya juga bodoh."

Ungkapan itu memang bisa dimengerti. Mengapa? Di satu sisi ikan itu memang lezat, tetapi di sisi satunya ia sangat berbahaya. Jika cara membersihkan ikan itu tidak benar, bisa berujung maut.

Racun yang terkandung di perut ikan fugu jauh lebih mematikan dibanding sianida, bahkan mampu membunuh antara 24 hingga 30 orang manusia sekaligus. Hal tersebut dikarenakan di dalam badan ikan buntal, terutama di bagian hati dan empedu terdapat sejenis toksin tetrodoxin. Racun itu berasal dari makanannya. Makanan ikan fugu ini adalah mikroorganisme tertentu yang menyebabkan bagian dalam tubuh ikan ini mengandung racun.


Dipotong Menyilang

Soal kelezatan ikan tersebut memang bukan bualan. Maka, rasanya rugi kalau di sela-sela mengikuti test drive Daihatsu di Shiga Technical Center, Osaka, 23-28 Oktober, saya tak merasakannya. Apalagi memang tak sulit mencari rumah makan yang menyajikan menu tersebut. Itu misalnya dijumpai di beberapa rumah makan di Kawasan Do Ton Buri. Sebagian memajang menu lengkap di etalase, dan ada juga yang meletakkan akuarium berisi ikan fugu di depan restoran.

Pilihan racikannya bergantung pengunjung. Mau digoreng oke, dibakar atau direbus juga bisa. Lebih asyiknya lagi, pengunjung sendirilah yang memasaknya. Di tiap meja, ada kompor gas plus peralatan memasak.

Shigonobu Oyama, pemilik Zuboraya, mengatakan fugu diambil dari nelayan di sekitar Pulau Honshu. Sebelum disajikan ikan dipotong menyilang. Seluruh isi perutnya dibuang sebelum mengelupas kulit, terutama pada bagian kepala.

"Ikan jenis ini memang beracun. Tetapi jika cara membersihkannya benar, aman dikonsumsi. Rasanya lezat dan khas," jelas Oyama.

Kaosao Ichiro, seorang pelayan rumah makan ikut menambahi informasi mengenai ikan tersebut. Dia bilang, di perairan laut Jepang ada sekitar 40 jenis fugu. Dari jumlah sebanyak itu, hanya jenis Torafugu robripes yang bisa dikonsumsi.

Perlu diketahui, tak sembarang orang bisa membuat hidangan fugu. Prosesnya tak mudah. Hanya orang yang benar-benar terlatih dan berlisensi yang diperbolehkan. Sebelumnya mereka dilatih mengenai cara menangkap, memotong, membersihkan dan memasak, kemudian diharuskan memakan hasil masakannya.

"'Faktor kesulitan menyajikan hidangan inilah yang menyebabkan ikan fugu menjadi salah satu menu termahal di Jepang," tandas Ichiro.

Bagian kepala fugu disajikan dalam bentuk fillet atau irisan daging tipis. Pada bagian badan, cuma dagingnya yang diambil. Siripnya disendirikan, dan biasanya digoreng dan dihidangkan dalam sake panas. Masakan ini dinamakan fugu hire-zake.

"Kelezatan menu ikan fugu terletak pada rasa dan teksturnya. Jika direbus dagingnya menjadi kenyal."

Masa panen ikan ini biasanya bersamaan dengan musim semi. Pada masa itu fugu memasuki musim kimpoi dan bertelur. Pada pertengahan musim semi, mereka mulai memijah. Di antara pemilik rumah makan, ada yang melakukan pembesaran sendiri anak fugu di karamba dengan makanan ikan segar. Ada juga yang membeli dari pasar dalam kondisi hidup, kemudian dipelihara di akuarium.

Di Indonesia ikan bluntak jenis itu juga banyak ditemukan, tetapi umumnya belum dijadikan menu untuk dikonsumsi. Di Semarang, spesies itu masuk kelompok ikan hias yang dipelihara di akuarium air laut, karena bentuknya lucu dan jika dipegang perut akan menggelembung menyerupai bola. Biasanya ikan tersebut didatangkan dari Banyuwangi atau Bali. Sedangkan di Karimunjawa, ikan jenis itu dipelihara di karamba, juga sebagai ikan hias, yang berat tiap ekornya bisa dua atau tiga kilogram.

Di pasar ikan tradisional Tambaklorok Semarang, ada juga yang menjual salah satu jenis ikan buntal. Kebanyakan orang menyebut bluntak pisang, bukan fugu. Ikan tersebut aman dikonsumsi asal memotongnya benar, yakni menyilang dengan kepala hingga belakang dubur dibuang.

"Kalau selama ini banyak orang meninggal setelah makan ikan bluntak, itu akibat tak tahu cara memotongnya," ungkap seorang bakul ikan di Tambaklorok.

Perbedaan cara mengonsumsi ikan bluntak pisang dengan fugu adalah proses pemotongannya. Kalau fugu dipotong menyilang di bagian perut, sedang bluntak pisang yang terbuang setengah badan lebih.

Sumber: SuaraMerdeka

Selengkapnya.

Bunga Yang Mematikan



Bunga poppy termasuk ke dalam jenis bunga-bunga liar yang biasanya tumbuh mengelompok di padang rumput atau pegunungan. Jenis bunga ini sekarang sudah banyak dibudidayakan sebagai tanaman hias. Keragaman warnanya yang menarik seperti merah jambu, putih, kuning, oranye, merah darah, biru, atau ungu menjadikan bunga ini cukup diminati. Kesannya yang ringkih dan mudah terluka semakin membuatnya mempesona.

Tanaman ini lebih kurang terdiri dari 120 spesies, termasuk diantaranya yang dipakai sebagai bahan baku opium. Bunga-bunga liar berumur bervariasi antara satu hingga tiga tahun ini banyak dijumpai di Eurasia, Afrika dan Amerika Utara (Kanada, Alaska, Rocky Mountains).

Sudah lama bunga poppy digunakan sebagai simbol kematian atau tidur panjang. Ekstrak opium dari bunga poppy dan warnanya yang merah darah sering dikaitkan dengan dua hal tersebut. Dalam budaya Romawi, bunga ini dipakai sebagai persembahan untuk orang yang meninggal dan dipahat di batu-batu nisan sebagai lambang tidur abadi. Versi lain menyebutkan bunga ini dianggap sebagai pertanda reinkarnasi setelah kematian.

Di Eropa dan negara-negara Commonwealth, bunga poppy - terutama yang berwarna merah - sering dipakai untuk memperingati korban-korban Perang Dunia I pada tanggal 11 November setiap tahun, baik serdadu maupun penduduk sipil. Di Selandia Baru dan Australia, bunga poppy melambangkan Returned Services Association pada peringatan ANZAC Day setiap tanggal 25 April. Jenis golden poppy menjadi bunga resmi negara bagian California di Amerika.

Opium diproduksi dari cairan yang diperoleh dari kelopak bunga poppy - bernama Latin Papaver somniferum - sesudah mekar. Meskipun kecil persentasenya,* hampir seluruh bagian bunga ini dapat mengandung jenis bahan baku narkotika atau alkaloid, terutama morfin dan kodein. Karena kandungan morfin-nya ini, bibit bunga poppy dilarang di Singapura dan karena alasan religius juga menjadi hal yang tabu di Saudi Arabia.

Produksi opium hingga saat ini terkonsentrasi di Afghanistan. Hingga tahun 1991 ada istilah Segitiga Emas untuk menyebut Thailand, Laos dan Birma (sekarang Myanmar) sebagai penghasil utama opium.

Dahulu opium murni sering digunakan di resep-resep masakan Cina hingga abad ke-18. Kebiasaan menghisap opium pertama kali ditemukan d Formosa (sekarang Taiwan). Opium waktu itu digunakan sebagai salah satu terapi pengobatan disamping fungsi rekreatif lainnya. VOC melihat peluang itu dan sempat memperdagangkan candu ini di Eropa selain kopi, teh dan rempah-rempah dari Nusantara.

Sampai saat ini, kecanduan opium masih menjadi problem sosial dan medis di seluruh dunia. Morfin adalah satu obat penghilang rasa sakit yang paling efektif. Kodein diindikasikan sebagai obat batuk mujarab dan dalam dosis minim dapat menghentikan diare.

Anehnya, biji poppy dikonsumsi di banyak tempat di Eropa. Biji poppy sering dimakan bersama pasta atau direbus bersama susu. Poppy seed atau maanzaad dalam Bahasa Belanda ini kerap digunakan sebagai isi atau topping produk roti. Biji poppy juga sering digunakan dalam masakan Bengali di India.

Poppy atau klaproos dalam Bahasa Belanda mempunyai sejarah yang panjang. Bunga ini sudah dikenal sebagai ornamen dekoratif di Mesopotamia sejak tahun 5000 sebelum Masehi.

Jenis bunga ini banyak ditemukan di kuburan Mesir kuno. Dalam Mitologi Yunani, poppy diasosiasikan dengan Demeter - dewi kesuburan dan agrikultur.
Di kehidupan modern, poppy sering dipakai sebagai bunga hias selain bunga-bunga dominan lainnya seperti mawar, tulip, lili, anggrek atau bunga matahari. Kelopak bunganya yang dikeringkan juga dapat dijadikan dekorasi apik.* Bunga atraktif ini pantas mendapat tempat khusus di kebun pribadi atau taman kota.

Kesan negatifnya sebagai bunga pemadat dan coraknya yang banyak dipakai sebagai inspirasi hippies di tahun 60-an yang kental dengan jargon sex, drugs and rock-and-roll boleh jadi sudah memudar belakangan ini.

Selengkapnya.

Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Architecture. Powered by Blogger